Opini : Dari “Indonesia Bubar 2030” ke Indonesia di Era Prabowo: Realita atau Ramalan yang Terbalik?

Presiden Prabowo Subianto [Dok. Foto : BPMI Setpres]


Pidato Prabowo Subianto di Universitas Indonesia pada 18 September 2017 sempat menggetarkan ruang publik. Dalam pidato bertajuk "Indonesia Bubar 2030", Prabowo, kala itu masih menjadi oposisi, mengutip novel fiksi geopolitik berjudul Ghost Fleet, dan menyatakan kekhawatirannya bahwa Indonesia akan bubar pada tahun 2030 karena ketimpangan ekonomi dan dominasi asing atas sumber daya nasional.

Tujuh tahun berselang, Prabowo tidak lagi berada di luar lingkaran kekuasaan. Ia adalah Menteri Pertahanan, dan dalam waktu dekat, ia akan menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Joko Widodo. Namun, ironisnya, situasi politik Indonesia hari ini justru memperlihatkan kekacauan yang seolah menjadi bayangan dari pidato yang dulu ia sampaikan dengan nada peringatan.

Indonesia Gelap: Rezim Tanpa Oposisi?

Di era pemerintahan Prabowo yang akan datang, kekhawatiran akan matinya demokrasi justru menguat. Koalisi besar yang mengelilingi dirinya telah mencakup hampir seluruh partai politik besar. Oposisi nyaris tak terdengar. Dalam sebuah negara demokrasi, ini bukan pertanda baik. Kekuasaan yang terlalu terkonsentrasi tanpa pengawasan berarti potensi penyalahgunaan semakin besar. Indonesia gelap bukan karena listrik padam, tapi karena cahaya kritik dipadamkan.

Liga Korupsi: Pesta Politik Tanpa Etika

Pidato Prabowo 2017 mengkritik elite yang hanya mementingkan diri sendiri. Namun saat ini, publik disuguhi kenyataan pahit: elit-elit politik dari berbagai kubu justru merapat dalam satu kapal kekuasaan demi bagi-bagi kursi. Tak sedikit dari mereka yang memiliki rekam jejak korupsi, dan tetap mendapat tempat. Isu moral dan integritas dipinggirkan demi kalkulasi politik.

Alih-alih membersihkan sistem, yang terjadi adalah pembiaran dan bahkan akomodasi. Jika dulu Prabowo berbicara tentang ancaman dari luar negeri, hari ini ancaman justru berasal dari dalam: sistem politik yang kehilangan rasa malu.

RUU TNI dan Kembalinya Bayang-bayang Orde Baru

RUU TNI menjadi sorotan tajam karena membuka peluang militer masuk ke jabatan sipil tanpa izin presiden. Ini menciptakan kekhawatiran tentang kembalinya pengaruh militer yang terlalu besar dalam ranah sipil, sesuatu yang telah coba dikoreksi pascareformasi 1998. Ketika Prabowo sebagai Menteri Pertahanan diam atas isu ini, publik bertanya-tanya: apakah reformasi sektor militer sedang dikubur perlahan?

Padahal, dalam pidato 2017, Prabowo menyoroti pentingnya kedaulatan dan kekuatan nasional. Tapi kekuatan macam apa yang sedang dibangun sekarang? Kekuatan rakyat, atau kekuatan elite yang terorganisir dalam sistem kekuasaan yang nyaris tak tersentuh?

Sebuah Kontras: Ramalan Prabowo Menjadi Cermin Dirinya Sendiri?

Ironisnya, ramalan Prabowo tahun 2017 hari ini menjadi refleksi dari pemerintahannya sendiri yang tengah lahir. Ia pernah memperingatkan soal ketimpangan, korupsi, dan ancaman terhadap masa depan bangsa. Namun kini, saat ia memegang kekuasaan, tantangan-tantangan itu justru terlihat semakin nyata, bahkan lebih kompleks.

Apakah Indonesia benar akan bubar pada 2030? Tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti. Namun yang jelas, masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh ancaman luar, melainkan juga oleh integritas pemimpinnya dan keteguhan sistem politiknya dalam menjaga prinsip demokrasi dan keadilan.

Dan di sinilah letak paradoks paling besar: sang juru peringatan kini menjadi penguasa. Sejarah akan mencatat, apakah Prabowo akan mengubah arah atau justru menjadi bagian dari cerita yang dulu ia peringatkan sendiri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama