Krisis Kemanusiaan di Gaza Makin Parah, PBB Serukan Akses Bantuan Penuh dan Akhiri Kekerasan

Warga Gaza Sedang Mengantri Bantuan Makanan [Foto : UN News]



New York
– Koordinator Khusus Interim PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Sigrid Kaag, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait situasi krisis kemanusiaan di Gaza yang semakin memburuk akibat konflik bersenjata yang berkelanjutan. Menurutnya, warga sipil di wilayah tersebut kini terperangkap dalam "jurang" krisis buatan manusia yang menghancurkan kehidupan dan infrastruktur dasar.

"Sejak gencatan senjata runtuh pada Maret lalu, warga sipil terus menjadi sasaran serangan dan terkurung dalam ruang yang semakin sempit, sementara akses terhadap bantuan penyelamat jiwa makin sulit," kata Kaag dalam pernyataannya.

Kaag menegaskan bahwa Israel wajib menghentikan serangan besar-besaran yang merusak kehidupan dan infrastruktur sipil. Ia juga memperingatkan bahwa kelaparan kini mengancam seluruh penduduk Gaza karena sebagian besar keluarga telah terputus dari bantuan selama berminggu-minggu. Bantuan yang masuk hanya sedikit, "ibarat sekoci setelah kapal tenggelam."

Menurutnya, bantuan kemanusiaan harus diberikan tanpa syarat dan tidak boleh menjadi alat tawar menawar politik. "Bantuan tidak bisa dinegosiasikan," tegas Kaag, seraya mendesak Israel agar membuka akses penuh bagi bantuan kemanusiaan dan barang komersial ke Gaza.

Meski demikian, Kaag mengakui hak Israel untuk hidup dalam damai dan aman, yang terganggu oleh serangan teror yang terjadi pada 7 Oktober oleh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina. Ia menyerukan agar Hamas menghentikan serangan roket ke Israel dan membebaskan sandera tanpa syarat.

Kaag juga menggarisbawahi bahwa solusi jangka panjang hanya bisa dicapai melalui pengakuan bersama, keadilan, dan hak bagi semua pihak. Ia menyambut konferensi internasional tingkat tinggi yang akan berlangsung Juni mendatang sebagai peluang untuk menghidupkan kembali jalan menuju solusi dua negara berdasarkan hukum internasional dan resolusi PBB.

Dalam pernyataannya yang penuh haru, Kaag menggambarkan keputusasaan warga Gaza yang kini mengucapkan perpisahan bukan dengan "sampai besok," melainkan "sampai jumpa di surga." Ia menyerukan tindakan berani dan dukungan penuh untuk pemerintah Palestina yang direformasi agar dapat memimpin wilayah Gaza dan Tepi Barat.

Sementara itu, dokter relawan asal AS yang bertugas di Gaza sejak 7 Oktober, Feroze Sidhwa, menggambarkan kondisi medis di rumah sakit yang kekurangan pasokan penting seperti darah, antibiotik, dan anestesi, hingga banyak anak-anak meninggal bukan karena luka tidak bisa diobati, melainkan karena kekurangan alat medis.

Di sisi lain, perwakilan politik AS, John Kelley, menegaskan dukungan penuh negaranya kepada Israel dan mengutuk Hamas yang terus menolak proposal pembebasan sandera serta mengalihkan bantuan kemanusiaan untuk kepentingan kelompoknya.

Duta Besar Aljazair, Amar Bendjama, mengutuk tindakan militer Israel yang menewaskan anak-anak dan warga sipil, menilai kengerian di Gaza harus segera dihentikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata.

Wakil Inggris untuk PBB, James Kariuki, juga menyerukan gencatan senjata segera dan menolak aksi militer Israel yang tidak proporsional, serta mendukung rencana PBB untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan secara aman dan terorganisir.

Pengamat Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyatakan bahwa penderitaan warga Gaza sangat menyayat hati dan mengkritik upaya-upaya yang dinilai berusaha menghilangkan warga Palestina melalui kelaparan dan kehancuran.

Di lain pihak, Duta Besar Israel, Danny Danon, Terus Membantah tuduhan yang dilontarkan ke negaranya. dan menyatakan negaranya secara konsisten memfasilitasi masuknya bantuan ke Gaza melalui berbagai mekanisme, meskipun menghadapi upaya penghalangan dari Hamas.


Sumber : UN News


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama