Uni Eropa Larang Kripto Anonim dan Koin Privasi Mulai 2027, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

 

Ilustrasi jatuhnya saham krypto


Uni Eropa (UE) resmi menetapkan larangan terhadap penggunaan akun kripto anonim dan aset digital berfokus privasi seperti Monero (XMR) dan Zcash (ZEC), yang akan berlaku mulai tahun 2027. Keputusan ini merupakan bagian dari regulasi baru bertajuk Anti-Money Laundering Regulation (AMLR), yang ditujukan untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas keuangan digital guna mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Dilansir oleh Cointelegraph pada Kamis (2/5), aturan baru tersebut akan melarang institusi keuangan, penyedia layanan aset kripto (CASP), hingga lembaga kredit untuk menyimpan atau memfasilitasi transaksi menggunakan akun anonim maupun koin privasi. Regulasi ini tertuang dalam Pasal 79 AMLR, yang secara eksplisit menyebut larangan pada instrumen aset digital yang mengaburkan identitas pengguna atau jalur transaksi.

Selain itu, aturan ini juga mewajibkan verifikasi identitas bagi setiap transaksi kripto dengan nilai di atas €1.000 (sekitar Rp17 juta). Pengawasan terhadap entitas kripto besar akan dilakukan langsung oleh Otoritas Anti-Pencucian Uang Uni Eropa (AMLA) mulai Juli 2027, dengan penunjukan awal terhadap 40 entitas utama di kawasan tersebut.

Dampak Global: Ancaman bagi Privasi atau Langkah Perlu?

Keputusan ini menuai beragam respons. Di satu sisi, banyak pihak menilai ini sebagai langkah penting untuk mengatasi penyalahgunaan kripto oleh pelaku kejahatan. Di sisi lain, sebagian komunitas aset digital menyayangkan pelarangan terhadap koin privasi yang selama ini dianggap memberikan perlindungan terhadap privasi individu dalam dunia digital yang semakin terbuka.

Dampaknya bagi Indonesia

Meski regulasi ini diberlakukan di Uni Eropa, dampaknya tak bisa diabaikan oleh pasar dan pelaku kripto di Indonesia. Menurut pengamat ekonomi digital, kebijakan ini dapat menekan volume perdagangan global dari koin privasi, yang selama ini juga digunakan oleh sebagian pelaku di Indonesia.

Selain itu, jika tren regulasi global mulai mengarah pada pelarangan anonimitas dalam transaksi kripto, bukan tidak mungkin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bappebti akan menerapkan pendekatan serupa di masa mendatang. Hal ini akan berimplikasi pada penyesuaian sistem Know Your Customer (KYC) oleh platform kripto lokal dan dapat memengaruhi likuiditas serta pilihan aset digital bagi investor ritel.

“Indonesia perlu bersiap mengkaji regulasi internalnya agar tidak tertinggal, namun juga harus hati-hati agar tidak mengorbankan inovasi dan hak privasi pengguna,” ujar salah satu analis aset digital di Jakarta.

Larangan aset kripto anonim oleh Uni Eropa menandai perubahan besar dalam lanskap regulasi global. Meski bertujuan meningkatkan transparansi dan keamanan, pendekatan ini sekaligus mengundang perdebatan tentang batas antara pengawasan negara dan kebebasan individu dalam era digital.

Sebagai negara dengan jumlah investor kripto yang terus bertumbuh, Indonesia perlu bersikap adaptif, namun tetap menjaga keseimbangan antara kepatuhan hukum dan perlindungan privasi warganya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama