Opini : Dua Wajah Ambigu Prabowo dan Bayang-Bayang Marsinah

 

Prabowo beserta jajaran petinggi negara hadir pada perayaan Hari Buruh 1 Mei 2025 yang berlangsung di Lapangan Monas [Foto: Dok. BPMI Setpres]


Ada ironi yang menggigit dalam pidato Prabowo Subianto saat menyebut nama Marsinah. Seorang mantan jenderal, dengan rekam jejak militer yang panjang, kini berdiri di depan buruh, mengangkat seorang martir gerakan buruh sebagai calon pahlawan nasional.

Bagi sebagian orang, ini adalah momen historis. Tanda bahwa Prabowo telah berubah. Dari sosok keras militer menjadi negarawan yang mau mendengarkan suara rakyat. Mereka melihat gestur ini sebagai keberanian untuk menebus masa lalu, menyalakan cahaya baru dari warisan kelam Orde Baru.

Namun, bagi yang lain, ini justru menimbulkan kecurigaan. Prabowo, yang pernah dikaitkan—meski tak pernah dibuktikan secara hukum—dengan penculikan aktivis 1998, kini berbicara tentang keadilan untuk buruh yang tewas karena perjuangannya. Apakah ini langkah tulus atau strategi pencitraan yang piawai?

Marsinah tewas di masa ketika militer punya kekuasaan nyaris mutlak atas rakyat. Dan Prabowo adalah bagian dari struktur itu. Menyebut nama Marsinah dari podium negara adalah tindakan simbolik yang besar—tapi juga membingungkan.

Mungkin inilah wajah ganda politik: bisa menjadi jembatan antara luka dan harapan, atau sekadar panggung untuk melupakan sejarah yang belum tuntas.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama