![]() |
Elon Musk beserta anaknya X AE A-XI Dan Donald Trump Di Gedung Putih [Foto : Wikipedia] |
WASHINGTON, D.C. — Di negeri yang terbiasa dengan kejutan politik, kehadiran Elon Musk dalam pemerintahan tetap terasa seperti percikan petir di siang yang membakar. Kurang dari lima bulan sejak Presiden Donald Trump menunjuknya sebagai pemimpin inisiatif Department of Government Efficiency (DOGE), Musk mengundurkan diri—meninggalkan warisan singkat, kontroversial, dan jauh dari janji awalnya.
Pria yang membangun Tesla dan mengirim roket melalui SpaceX ini tampaknya tak mampu menaklukkan medan birokrasi Washington. Jabatan yang diembannya sejak Januari lalu akan berakhir Jumat ini, setelah hanya 130 hari.
DOGE, yang awalnya terdengar seperti lelucon internet, justru menjadi simbol ambisi besar (dan kadang membingungkan) dalam pemerintahan Trump: memangkas pengeluaran, mengguncang sistem lama, dan menanamkan “budaya efisiensi” ala Silicon Valley ke dalam tubuh pemerintahan.
Namun, seperti dilansir Georgia Public Broadcasting, jalan Musk tidak mulus. Posisi resminya bahkan dipertanyakan oleh pengacara pemerintah, dan gugatan terhadap legalitas perannya masih bergulir di pengadilan. Sementara itu, para pendukung Musk—kebanyakan talenta muda dari dunia teknologi—telah tersebar di berbagai lembaga federal, membawa semangat disruptif yang kadang tak cocok dengan mesin birokrasi yang lamban.
Dari Gergaji Mesin ke Gugatan Hukum
Saat pertama kali diperkenalkan dalam acara konservatif CPAC, Musk membawa gergaji mesin ke atas panggung. Itu bukan pertunjukan sulap, tapi simbol niatnya: memangkas anggaran federal hingga $2 triliun.
Namun seiring waktu, target itu menyusut tajam. Kini, angka yang diklaim berhasil dihemat hanya sekitar $150 miliar—angka yang disebut tidak akurat oleh berbagai laporan independen, termasuk dari NPR. Beberapa kebijakan DOGE bahkan dinilai memperburuk kinerja lembaga, seperti pembubaran unit teknologi di General Services Administration dan larangan pembelian kebutuhan dasar pegawai dengan kartu pemerintah.
Kampanye “kembali ke kantor” yang diluncurkan DOGE pun mendapat kritik karena infrastruktur pendukung yang tidak siap. Bahkan ide email mingguan dari pegawai federal ditolak mentah-mentah oleh sejumlah menteri.
Kekhawatiran Terhadap Data dan Pengaruh
Yang lebih mengkhawatirkan, DOGE mengumpulkan dan menggabungkan data sensitif dari berbagai instansi pemerintah. Hakim federal menyuarakan kecemasan, khawatir data tersebut disalahgunakan—terutama untuk keperluan penegakan imigrasi, tanpa kejelasan dalam penggunaan atau perlindungan privasi.
Keretakan pun mulai tampak antara Musk dan Trump. Sang Presiden gencar mendorong paket anggaran “Big, Beautiful Bill” yang dianggap Musk bertolak belakang dengan semangat DOGE. Ketegangan ini kian nyata dalam pernyataan Musk di Qatar Economic Forum: “Saya akan melakukan jauh lebih sedikit ke depan,” katanya, sembari menyiratkan kekecewaan atas kegagalan intervensinya dalam pemilu Mahkamah Agung negara bagian Wisconsin.
DOGE Setelah Musk
Meski pergi, Musk meninggalkan pesan bahwa DOGE “akan terus hidup”—sebagai gaya hidup, bukan sekadar kebijakan. Baginya, revolusi efisiensi belum usai, hanya beralih panggung.
Kini, sang miliarder kembali ke habitat aslinya: dunia korporasi. Tesla sedang merosot dalam performa pasar, SpaceX menghadapi tekanan logistik, dan Starlink bergulat dengan masalah reputasi. Tantangan besar menanti, tapi satu hal pasti—Elon Musk telah menulis satu babak aneh dan penuh warna dalam sejarah pemerintahan Amerika.