Perjuangan Hari Buruh: Sejarah May Day dari Dunia hingga Indonesia


Sejumlah perempuan dari Serikat Pekerja Tipografi Wanita New York berpartisipasi dalam pawai buruh awal abad ke-20 di Amerika Serikat, menunjukkan dukungan terhadap perjuangan hak pekerja cetak.
(Foto: Library of congress)



Hari Buruh atau May Day, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, bukan hanya sekadar simbol perlawanan kelas pekerja, tetapi juga bagian dari sejarah panjang perjuangan hak-hak pekerja di dunia. Di balik perayaan tersebut, terdapat kisah tentang perlawanan terhadap sistem kapitalisme yang menekan hak-hak dasar pekerja, termasuk di Indonesia.


May Day pertama kali digagas oleh para pekerja di Amerika Serikat pada tahun 1886. Seiring dengan berkembangnya kapitalisme industri, pekerja di negara-negara kapitalis seperti AS mengalami jam kerja yang sangat panjang, upah yang minim, dan kondisi kerja yang memprihatinkan. Puncaknya, pada 1 Mei 1886, sekitar 200.000 pekerja di Chicago melakukan pemogokan besar untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. Aksi ini diwarnai dengan peristiwa tragis di Haymarket, di mana para demonstran ditembak oleh polisi, yang menyebabkan banyak korban jiwa dan penghukuman terhadap pemimpin buruh. Peristiwa ini menandai pentingnya May Day dalam sejarah pergerakan buruh. Seperti dilansir oleh Marxists.org, perjuangan tersebut menginspirasi dunia dan diabadikan sebagai Hari Buruh Internasional.


Gagasan untuk menjadikan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional digagas oleh Kongres Sosialis Internasional pada tahun 1889, yang memilih tanggal tersebut untuk mengenang aksi buruh di AS. Tahun demi tahun, semangat perlawanan pekerja ini menyebar ke berbagai negara di dunia. May Day menjadi simbol perjuangan kelas pekerja, yang kemudian diadopsi sebagai hari libur internasional. Seperti dilansir oleh Wikipedia, tanggal 1 Mei dipilih untuk mengenang aksi buruh di Chicago, yang menjadi tonggak sejarah perjuangan pekerja di seluruh dunia.


Namun, meskipun Hari Buruh memiliki akar sejarah yang sama, gerakan May Day di Indonesia memiliki kisah dan konteks yang berbeda. Di Indonesia, Hari Buruh mulai diperingati pada tahun 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Gerakan ini berkembang pesat saat perjuangan kemerdekaan, dengan beberapa organisasi, seperti Sarekat Islam, turut memperjuangkan hak-hak pekerja. Namun, pada 1927, pemerintahan kolonial Belanda melarang perayaan May Day karena dianggap mengancam stabilitas kekuasaan kolonial. Seperti dilansir oleh Wikipedia, perayaan Hari Buruh dilarang oleh Belanda pada tahun 1927 karena potensi ancamannya terhadap kekuasaan kolonial.


Setelah Indonesia merdeka, perjuangan buruh semakin terasa, terutama di bawah pemerintahan Presiden Soekarno, yang mulai memperkenalkan Hari Buruh pada tahun 1946. Meski demikian, pada masa Orde Baru, peringatan Hari Buruh kembali dibatasi. Baru pada 1998, pasca-reformasi, May Day kembali dirayakan secara besar-besaran di Indonesia, dengan tuntutan utama yang sama: perbaikan kondisi kerja, peningkatan upah, dan perlindungan hak pekerja.


Pada 1 Mei 2014, pemerintah Indonesia menetapkan Hari Buruh sebagai hari libur nasional resmi. Setiap tahunnya, berbagai aksi unjuk rasa digelar di berbagai kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta, dengan ribuan pekerja turun ke jalan untuk menuntut perbaikan kondisi kerja. Aksi ini memperlihatkan semangat yang tetap terjaga, meskipun tantangan dan hambatan tetap ada. Seperti dilansir oleh The Jakarta Post, setiap tahunnya, ribuan pekerja Indonesia memperingati May Day dengan aksi protes dan tuntutan untuk kesejahteraan buruh.


Gerakan May Day di Indonesia dan di seluruh dunia tidak hanya menjadi ajang peringatan, tetapi juga sebagai momen refleksi atas perjuangan yang masih harus terus dilanjutkan. Hari Buruh menjadi simbol bagi pekerja untuk mengingatkan dunia tentang pentingnya hak-hak pekerja dalam sistem ekonomi global yang sering kali mengutamakan keuntungan daripada kesejahteraan manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama